FGD IDENTIFIKASI KEBUTUHAN STANDAR INSTRUMEN PERTANIAN SPESIFIK DKI JAKARTA
Jakarta -- Untuk terwujudnya peningkatan mutu dan harkat produk pertanian, serta jaminan keamanan pangan, maka standar instrumen pertanian melekat pada tugas fungsi BSIP Jakarta, mulai dari inventarisasi dan identifikasi kebutuhan standar, diseminasi standar, hingga pendampingan penerapan standar oleh stakeholder di Jakarta. Untuk mengakomodir standar instrumen pertanian yang dibutuhkan masyarakat, BSIP Jakarta hadir untuk menjalankan fungsi inventarisasi dan identifikasi kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik lokasi, untuk diusulkan dalam bentuk usulan PNPS.
Salah satu tahapannya yaitu FGD bersama seluruh stakeholder. Selasa, 12 September 2023, BSIP Jakarta melaksanakan FGD Identifikasi Kebutuhan Standar Instrumen Pertanian Spesifik DKI Jakarta. Agenda FGD dihadiri oleh stakeholder dari pemerintahan dan juga pelaku usaha di bidang pertanian. Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas KPKP dari lima wilayah kota Jakarta dan 1 kabupaten administratif Kepulauan Seribu, serta Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman mewakili sisi pemerintahan. Sementara itu, pelaku usaha di bidang pertanian diwakili oleh Komunitas Alpukat Jakarta, Komunitas Anggur Jakarta, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA), IKONIK, dan PT. Laris Manis Utama.
Namun demikian, beberapa kendala teridentifikasi dalam upaya penerapan SNI Pertanian di Jakarta. Dari aspek aspek sarana prasarana didapati kendala lahan bukan milik sendiri, tidak memiliki gudang penyimpanan, tidak tersedia bangsal pasca panen, dapur produksi menyatu dengan dapur rumah, sarana produksi rata-rata masih manual. Sementara itu kendala dari aspek SDM melingkupi terbatasnya akses informasi tentang SNI, kurangnya pemahaman pelaku usaha tentang pentingnya standardisasi, masalah tertib administrasi, serta pendokumentasian yang lemah. Dari aspek produk, kendala yang didapati meliputi lokasi produksi tersebar, skala usaha kecil, tidak memiliki SOP yang baku, kualitas dan kontinuitas produk beragam, biaya sertifikasi relatif mahal (uji lab, auditor) serta regulasi tentang pengolahan dan pemasaran yang cukup rumit.
Meski terdapat kendala, peluang penerapan SNI masih terbuka. Dilihat dari aspek produk, lokasi pemasaran dekat dengan lokasi produksi, berkembangnya pemasaran digital, serta diversifikasi produk olahan yang tinggi meruapakan suatu peluang tersendiri. Dari aspek pelaku, tersedianya petugas pendamping di setiap kecamatan, kemudahan memperoleh fasilitas pengembangan usaha termasuk promosi dan pemasaran, pelaku UMKM semakin beragam termasuk milenial.