Pentingnya Menjaga Mutu dan Keamanan Beras untuk Masa Depan Bangsa
Jakarta -- Beras, bahan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia menyediakan 20% energi dan 15% kebutuhan protein harian orang dewasa. Namun demikian, beras seringkali tercemar oleh unsur beracun terutama logam berat. Banyaknya akumulasi unsur-unsur beracun pada beras dikaitkan dengan karakteristik tanaman padi dan budidayanya. Padi biasanya ditanam di daerah yang tergenang air atau sangat lembab, sehingga mengoptimalkan perpindahan unsur-unsur logam beracun tersebut dari tanah ke tanaman. Bahkan konsentrasi unsur beracun padi termasuk tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lain yang ditanam dalam kondisi normal. Akibat terjadinya industrialisasi dan urbanisasi tanpa kepedulian lingkungan, unsur-unsur beracun seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As), terutama berasal dari pertambangan, proses industri, pestisida, pupuk kimia, dan pengendapan atmosfer, telah menjadi sumber utama pencemaran lingkungan. Karena mobilitas logam-logam tersebut dalam tanah yang tinggi maka fitotoksisitas dan risikonya terhadap manusia sangat perlu menjadi perhatian. Senyawa-senyawa tersebut dapat dengan cepat menyebar pada tingkat yang berbeda-beda. Telah terbukti bahwa tanaman yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi unsur-unsur beracun tersebut tidak mampu mencegah penyerapan dan akumulasinya dalam jaringan tanaman, namun hanya mampu membatasinya. Oleh karena itu, pangan yang terkontaminasi logam ternyata menjadi masalah serius.
Unsur beracun dari pangan cenderung menumpuk (bioakumulasi) di berbagai jaringan seperti hati, otot, dan tulang, sehingga mengancam kesehatan manusia. Paparan timbal yang kronis dapat menyebabkan perubahan patologis dan kerusakan pada organ dan sistem saraf pusat, yang menyebabkan rendahnya kecerdasan intelektual pada anak-anak. Kadmium sangat beracun bagi ginjal dan dapat menyebabkan mineralisasi tulang (osteoporosis). Arsenik dianggap karsinogenik, dan sebagian besar laporan paparan kronisnya berfokus pada masalah kulit seperti pigmentasi dan keratosis. Menurut data, hanya ikan dan makanan laut yang mengandung arsenik dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan nasi. Oleh karena itu, penyediaan beras yang aman dan berkualitas harus terus dilakukan. Terkait hal tersebut, pada hari Rabu dan Kamis (11 dan 12 Oktober 2023) tim BSIP Jakarta bersama Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Jakarta Utara melakukan pendampingan terkait keamanan dan mutu beras kepada pedagang beras sekaligus mengambil sampel beras dari pedagang di pasar Sunter Podomoro dan pasar Koja Baru, Jakarta Utara. Pada kesempatan tersebut disampaikan tentang kelas mutu beras berdasarkan SNI 6128:2020 dan juga tentang cemaran logam berat dalam pangan berdasarkan SNI 7387:2009. Selain itu, dihimbau juga kepada mereka untuk tidak melakukan manipulasi mutu beras seperti mencampur (mengoplos) berbagai mutu beras yang berbeda-beda dan memberi/menyemprotkan pemutih.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah pengemasan beras. Ada pedagang yang mengemas kembali beras yang dibelinya kemudian dijual dengan kemasan sendiri namun label pada kemasan yang digunakan tidak memenuhi ketentuan sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 1 tahun 2023 tentang label pangan segar. Selanjutnya, sampel beras yang diambil akan diuji kandungan arsen dan kadmium, cemaran logam yang sering ditemukan di beras sebagai akibat pencemaran tanah dan air dari industri, pemupukan dan penyemprotan pestisida. Apapun hasil uji laboratorium, mudah-mudahan pengambilan sampel beras ini dapat menjadi langkah awal bagi penentu kebijakan dan masyarakat Indonesia lainnya untuk mengambil langkah yang tepat bagi perbaikan lingkungan dan cara berbudiaya yang lebih baik demi keamanan pangan yang kita konsumsi (Tzr).